Akibat ACT, LSM Indonesia Mengalami Krisis Kepercayaan

Medan, Senin 4 juli 2022 tepatnya di sore itu saya bertemu dengan Kanda Sapriadi atau sering di sebut Bang Icab, mantan Pengurus PB HMI dan juga salah satu Instruktur HMI Cabang Medan, beliau juga mantan Ketua Umum HMI Komisariat FDK UIN Sumut.

Bertemu di tempat yang biasa disebut Corner, sebutan dari cafe Aceh Corner daerah MMTC Pancing. Dikarnakan kami berdua pada saat itu satu meja, beliau mengajak saya berdiskusi tentang teori-teori komunikasi.

Dalam diskusi interaktif yang bertemakan komunikasi, cukup banyak ilmu dan informasi yang belau paparkan kepada saya. Mulai dari strategi penelitian karya tulis ilmiah, sejarah perkembangan ideologi populer yang terhubung dengan ilmu komunikasi, sampai berbicara perilaku perubahan sosial dan politik di Eropa maupun di Indonesia.

Ada yang menarik dari sekian banyak teori-teori komunikasi yang dijadikan bahan diskusi sore itu, seperti teori komunikasi milik Lasswell dan teori agenda setting milik Maxwell. Terutama teori milik Maxwell yang begitu mempengaruhi opini masyarakat.

Dalam diskusi itu beliau menghubungkan teori milik Maxwell kedalam suatu problematika yang terjadi saat ini. Seperti kasus ACT yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh publik.

Bang Icab menyederhanakan dua teori tersebut. Beliau berkata teori agenda setting milik Maxwell adalah "teori komunikasi yang dapat menciptakan suatu permasalah atau isu dari informasi yang disampaikan, yang sebenarnya pada awalnya itu bukanlah hal yang perlu di anggap masyarakat menjadi suatu permasalahan, informasi tersebut hanya sebatas bertujuan agar tersampaikan dan diserap oleh khalayak tanpa harus memikirkan dampak atau pengaruh negatif ataupun pengaruh positifnya".

Model Teori Agenda Setting

Sedangkan teori komunikasinya Lasswell, beliau mengatakan teori tersebut sebagai pembanding dari teorinya Maxwell, dalam teori Lasswell Bang Icab menjelaskan "informasi-informasi dari komunikator menghasilkan dampak yang disebut effect, yang berarti teori Lasswell ini memperhatikan pengaruh dari informasi yang disampaikan."

Bang Icab mengambil Contoh dari kasus para pimpinan ACT yang informasinya bisa dibilang terus di goreng oleh media-media pemberitaan ataupun akun-akun sosial media kekinian. Tentu saja hal ini tidak lepas dari peran media pemberitaan yang berhasil menjadikan kasus ini menjadi suatu permasalahan besar sehingga diperhatikan dan menarik untuk dilihat oleh masyakarat. Mengapa demikian, karena memang media pemberitaan sering menggunakan konsep dari teori agenda settingnya Maxwell dalam penyampaian informasinya.

Media pemberitaan biasanya tidak terlalu memikirkan effect yang dimaksud oleh teorinya Lasswell. Informasi yang di publikasikan hanya bertujuan agar tersampaikan, sadar, menarik perhatian dan diserap oleh masyarakat tanpa harus memikirkan dampak atau pengaruh dikemudian hari entah itu dampak yang baik atau buruk.

Model Teori Lasswell

Dalam kasus ACT ini bagi beliau sebenarnya bukan suatu permasalahan yang begitu besar sehingga menjadi sorotan oleh masyarakat seluruh Indonesia. Permasalahan ini bisa jadi hal yang biasa tetapi media pemberitaan yang menjadikannya luar biasa.

Bang Icab mengatakan meskipun ada sisi positifnya dari hal penyampaian informasi tentang isu ini, tentunya akan ada juga dampak buruk yang berkemungkinan bisa terjadi. Dampak negatif dari informasi yang dibesarkan ini, orang-orang tidak akan menaruh kepercayaan lagi terhadap lembaga-lembaga LSM yang sejenis dengan ACT. Masyarakat akan beranggapan bahwa "Sekelas ACT saja begini, apa lagi yang lain", akan timbul suatu problematika internal dalam diri masyarakat tentang penyaluran dana bantuan antara percaya atau tidak terhadap lembaga yang menanganinya.

Tentu dampak negatif ini tidak akan hanya sampai pada ruang lingkup lembaga-lembaga milik swasta yang independen seperti ACT saja, bahkan bisa merambat ke lembaga milik pemerintahaan.

Berita tribun act

Maka dari itu, masyarakat Indonesia perlu menyikapi permasalahan ini secara bijaksana. hal-hal seperti informasi yang di publikasikan oleh media pemberitaan apalagi informasi tersebut di setting seakan besar dan harus viral.

Tentunya juga kita tidak perlu menyalahkan sikap media pemberitaan sekarang yang hanya memikirkan berapa banyak masyarakat melirik isu yang mereka angkat. Seakan tidak peduli dengan dampak yang terjadi di masyarakat akibat dari sistem penginformasian mereka. Sudah pasti media-media pemberitaan ini lebih memikirkan keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil publikasi mereka.

Kita sepatutnya mewajarkan sistem marketing seperti ini. Seperti halnya saya sebagai penulis mengaplikasikan hasil diskusi saya dengan Bang Icab menjadi berupa tulisan dengan mengupayakan judul dan isi semenarik mungkin agar menarik perhatian para pembacanya.

Yang terpenting adalah bagaimana kita masyarakat Indonesia bisa menyerap informasi yang di beritakan secara bijaksana tanpa harus terprovokasi dengan pemberitaan-pemberitaan yang ada sehingga berakibatkan terjadinya pendistorsian makna positifnya, malah menimbulkan sisi negatifnya.


Berikut tulisan opini saya.
Sekian dan terimakasih saya ucapkan
Yakin Usaha Sampai
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url