Memahami Level Pertanyaan: Seni Bertanya itu Penting
Apa itu bertanya?, mengapa manusia perlu bertanya?, perlukah bertanya?, seperti pepatah mengatakan, malu bertanya sesat di jalan. Dari pepatah tersebut kita dapat memahami jika bertanya itu salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Ada yang mengatakan arah kehidupan kita ditentukan dengan bagaimana kita mengajukan pertanyaan. Jadi bagaimana cara bertanya yang baik?
Bertanya itu salah satu faktor terpenting dalam komunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depikbud, 1995), tanya artinya permintaan keterangan (penjelasan) dan bertanya artinya meminta keterangan atau meminta supaya diberi tahu.
Komunikasi menurut Everett M Rogers dan Lawrence Kincaid dalam buku Communication Network: Toward a New Paradigm for Research (1981) menyebutkan komunikasi ialah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.
Dalam konsep komunikasi ada yang disebut umpan balik atau feedback, Menurut Bonaraja Purba, dkk dalam buku Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar (2020), umpan balik (feedback) adalah informasi yang diterima sebagai bentuk respons pesan yang telah dikirimkan sebelumnya.
Umpan balik tersebut bisa menjadi sebuah tanggapan atas informasi yang diberikan atau bisa juga menciptakan pertanyaan-pertanyaan baru. Tentunya juga pengetahuan seseorang bisa kita lihat dari sebagus apa level pertanyaannya dan semakin banyak dia bertanya, semakin berisi pengetahuan orang tersebut.
Seperti halnya filosofi padi, semakin berisi semakin menunduk. Banyak orang-orang memahami makna filosofi padi ini hanya sekedar beranggapan bahwa menunduk berarti kita tidak boleh sombong atas ilmu yang kita miliki. Kita juga tidak boleh menggurui orang lain.
Memang ada benarnya, tetapi ada efek yang tidak positif dari pemahaman makna filosofi ini. Banyak orang menjadi pribadi yang lebih memilih diam daripada memberikan informasi. Padahal dia sebenarnya mampu untuk membagikan ilmu yang dia miliki kepada orang-orang. Dia takut disebut sombong.
Ada hikmah lain dari filosofi ini. Semakin berisi ilmu seseorang, semakin banyak dia bertanya. Dan semakin dia memahami ilmu, semakin banyak rasa ingin tau dia tentang ilmu tersebut. Dia semakin sadar betapa luasnya ilmu itu.
Artinya bertanya itu sangat penting dan bukan suatu hal yang memalukan. Selagi pertanyaan itu memang layak untuk di jawab. Bertanya juga penting dalam metode menuntut ilmu dan tentunya juga memiliki seni tersendiri seperti halnya seni dalam berbicara. Seharusnya kita juga perlu memaknai dan menerapkan filosofi padi seperti ini.
Dalam bertanya secara fundamental kita harus memiliki rasa ingin tau. Dari rasa ingin tau tersebut sehingga kita dapat menciptakan pertanyaan-pertanyaan. Dari pertanyaan-pertanyaan itu ada level-level pertanyaan.
1. Level Informatif
Level pertanyaan informatif adalah tingkatan awal dan disebut sebagai yang paling dasar. Pertanyaan yang bersifat informatif biasanya menanyakan tentang, Apa?, Kapan?, Dimana?, Siapa?Contohnya kapan HMI dibentuk?, Apa itu organisasi HMI?, Dimana HMI dibentuk?, Siapa yang memprakarsai HMI?. Isi jawabannya berupa informasi dan relatif mudah untuk di jawab juga mudah dalam pencarian rujukannya.
Bukan berarti level ini paling dasar jadi bermakna rendah atau hina. Karena untuk masuk ke level yang lebih dalam tidak akan mungkin bisa melangkahi level pertanyaan berjenis informatif ini. Percuma kita berdiskusi panjang lebar, tetapi kita tidak mengetahui dasarnya dan malah langsung masuk ke level yang lebih dalam.
Membahas panjang lebar tentang isi didalam HMI, bagaimana kader-kadernya, apa ideologinya, eh ternyata kita tidak tau HMI itu apa. Tidak akan jelas informasi tersebut. Jadi pertanyaan level informatif adalah dasarnya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa tertua di Indonesia. |
2. Level Interpretive
Kemudian level interpretive. Level ini lebih dalam dari level informatif. Level ini disebut level pemahaman. Biasanya yang ditanyakan berupa makna-makna atau bisa juga pemahaman orang-orang.
Misalnya tadi kita bertanya tentang HMI. Mengapa sih HMI dibentuk?, apa tujuannya?, menurut anda seperti apa organisasi HMI ini?, apakah HMI punya manfaat terhadap kemajuan kampus dan bangsa Indonesia atau malah berbahaya?, mengapa sih harus aktif jika bergabung di HMI?, manfaatnya apa?
Tentunya pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan mungkin bisa muncul dalam pikiran kita kalau kita tidak terlebih dahulu mengetahui apa itu HMI. Kalau kita memahami maknanya tetapi tidak mengetahui dasarnya, pemahaman kita tersebut bisa disebut pemahaman yang rusak, atau pemahaman yang sesat.
Isi jawaban dari level Interpretive ini beragam. Setiap orang memiliki argumennya masing-masing dan ini lebih dalam levelnya, sudah tidak sekedar informasi dasar.
3. Level Kritis
Istilah kritis bagi setiap mahasiswa tidaklah asing lagi. Meski begitu, masih banyak mahasiswa tidak memahami apa itu kritis, pertanyaan di level ini sering sekali membahayakan kita jika kita tidak tau makna dan konsepnya. seperti apa katagori pertanyaan yang kritis itu?Pertanyaan level kritis adalah pertanyaan yang menguji lagi ketepatan jawaban-jawaban sebelumnya. Tentu syaratnya harus melewati level-level sebelumnya. semakin dalam levelnya semakin kita harus tau dasar dan paham tentang apa yang kita kritisi. Kita harus paham dulu level informatifnya dan level interpretivenya. Karena di level kritis ini bukan hanya bertanya, tapi juga mempertanyakan. Tadi kita misalnya mendapat jawaban dari pertanyaan di level Interpretive. Kemudian kita menguji lagi ketepatannya.
Misalnya, jika aktif di HMI itu bermanfaat, apakah tidak menganggu waktu kuliah kita?, Jadi mana yang lebih penting aktif berorganisasi atau memprioritaskan waktu kita di perkuliahan?
Misalnya lagi, memang HMI ini adalah organisasi perjuangan yang independen yang menanamkan nilai-nilai Islam, kok masih ada kadernya yang tidak mengamalkan ajaran Islam?, kok masih ada kader HMI yang dekat dengan rezim yang jelas menyengsarakan rakyat?, apakah HMI ini Himpunan Mahasiswa Istana? kalau begitu tidak ada manfaatnya dong, apakah itu sesuai dengan tujuan HMI?
Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang kritis yang mendasar dan kita perlu juga memahami realitanya tanpa harus merendahkan orang lain. Tentunya pertanyaan ini dituju untuk orang yang tepat pula. Tepat secara mental ataupun ilmunya dan juga sesuai kondisi tempatnya.
Karna biasanya pertanyaan level ini jika tidak tepat sasarannya dan tidak sesuai situasinya, akan menimbulkan kesalahan dalam informasi, menimbulkan pertikaian, bahkan orang yang diberi pertanyaan tersebut bisa tersingung. Tentunya berbicara mengenai berpikir kritis ini ada ilmu yang lebih mendalam lagi pembahasannya.
4. Level Kreatif
Level pertanyaan kreatif ini lebih dalam dari kritis, mungkin juga bisa disebut lanjutannya dari berfikir yang kritis. Jadi, level pertanyaan kreatif itu kemampuan kita untuk bertanya yang melahirkan jawaban-jawaban yang baru. Tidak sekedar mempertanyakan jawaban-jawaban dari level pertanyaan sebelumnya, tapi ada kemungkinan menghasilkan jawaban baru dari apa yang kita tanyakan.
Misalnya dari pertanyaan level kritis sebelumnya. Jika aktif di organisasi adalah hal yang penting, karna kita akan rugi, kita tidak akan merasakan proses di organisasi. Tetapi kitakan juga harus prioritaskan waktu kuliah kita, kenapa tidak kita terapkan dua duanya saja, bagaimana kalau begitu?
Misalnya lagi tentang sesuai apa tidaknya prilaku kader HMI dengan tujuan yang ada pada HMI. Jika itu tidak sesuai dengan tujuan HMI jadi bagaimana kita harus menghadapi hal itu, bagaimana kalau kita harus merevolusi pikiran kader dari tingkat yang lebih dasar dulu?, atau kita mengevaluasi budaya-budaya yang tidak baik didalam organisasi sehingga menciptakan lingkungan organisasi yang lebih baik lagi?, apakah itu bisa dilakukan?
Pertanyaan level kreatif ini menimbulkan alternatif baru. Ada kemungkinan kebenaran yang berbeda, yang mungkin tidak ada ditawarkan di jawaban-jawaban sebelumnya. Pertanyaan level ini adalah pertanyaan yang paling dalam.
Tentu syarat untuk masuk ke level ini kita butuh level-level sebelumnya. Kita harus mengerti informasi, paham interpretasi, mampu mengkritisi gagasan sebelumnya dan yang terakhir menawarkan alternatif baru dalam pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya kreatif.
Kita perlu mempelajari dan memahami tentang seni dalam bertanya. Mahasiswa juga harus memahami bagaimana metode bertanya yang baik apalagi bagi mahasiswa yang berada di jurusan ilmu komunikasi. Terlebih bagi kita yang ingin bergelut dibidang kewartawanan, reporter bahkan psikolog perlu mengetahui hal ini.
Itulah level-level pertanyaan dari konsep seni bertanya. Ada level informatif, level interpretive, level kritis dan level kreatif. Dengan memahami level-level pertanyaan ini, kita dapat menilai sejauh mana pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki orang yang bertanya. Tentunya masih ada lagi hal-hal yang menarik dapat kita ulas didalam konsep seni bertanya ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Jika ada salah kata dalam penulisanya saya mohon maaf, karena saya juga masih dalam tahapan proses belajar.